
JAKARTA,- Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal daerah pemilihan Maluku, Anna Latuconsina, mendorong Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenkraf) untuk menyusun kebijakan spesifik guna mengoptimalkan status Ambon sebagai City of Music atau Kota Musik.
Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Kerja Komite III DPD RI bersama Kemenkraf yang digelar di Ruang Sriwijaya DPD RI, Rabu (7/5/2025).
Rapat kerja yang dihadiri langsung oleh Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya dan Wakil Menteri Irene Umar ini membahas strategi pengembangan ekonomi kreatif di daerah. Dalam rapat kerja itu, Anna Latuconsina menekankan pentingnya dukungan konkret bagi pengembangan industri kreatif di Ambon.
“Status Ambon sebagai City of Music yang diakui UNESCO harus dimanfaatkan secara optimal. Kami membutuhkan kebijakan khusus yang dapat mendorong efektivitas dan potensi kota ini, termasuk pengembangan UMKM lokal agar manfaat ekonomi bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat,” tegas Anna.
Ia menekankan pentingnya pemanfaatan status Ambon sebagai Kota Musik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif di daerah. Penetapan Ambon sebagai Kota Musik oleh UNESCO sejak 2019 seharusnya menjadi momentum bagi generasi muda untuk lebih aktif berkarya, baik dalam musik modern maupun tradisional.
“Status ini bukan hanya sekadar penghargaan, tetapi harus menjadi penggerak ekonomi kreatif. Anak-anak muda Ambon harus didorong untuk lebih produktif menciptakan musik yang tidak hanya bernilai seni, tetapi juga memiliki dampak ekonomi,” ujarnya.

Lebih lanjut, dirinya mendorong Kementerian Ekraf untuk berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah, swasta, dan komunitas musik dalam mengembangkan ekosistem yang mendukung industri musik di Ambon.
Dengan langkah strategis ini, Anna berharap Ambon dapat menjadi contoh kota kreatif yang mengandalkan musik sebagai penggerak ekonomi, sekaligus melestarikan warisan budaya melalui industri kreatif yang inovatif.
Senator asal Maluku ini juga menyoroti tantangan logistik dan pemasaran produk lokal di Maluku. Dikatakannya, tingginya biaya transportasi domestik dari dan ke Maluku yang menjadi kendala utama pemasaran produk UMKM lokal.
“Biaya logistik yang mahal membuat produk-produk kreatif masyarakat Maluku, baik di sektor pangan, tekstil, maupun bahan baku, sulit bersaing di pasar nasional. Padahal potensinya sangat menjanjikan,” ujarnya.
Anna mempertanyakan langkah konkret yang akan diambil Kemenkraf untuk mengatasi persoalan ini. “Apa kiranya langkah yang dapat diambil Kemenkraf untuk mengatasi isu ini?” tanyanya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Teuku Riefky Harsya menjelaskan bahwa pengembangan potensi lokal di bidang karya kreatif, musik, kerajinan, dan film memang menjadi tanggung jawab Kemenkraf. “Kami akan mendorong komersialisasi potensi-potensi kreatif tersebut,” jelasnya.
Namun Menteri menegaskan, aspek pelestarian budaya berada di bawah kewenangan Kementerian Kebudayaan. Meski belum memberikan jawaban spesifik mengenai solusi atas kendala biaya logistik, Menteri berjanji akan memberikan tanggapan tertulis dalam waktu dekat.
Rapat kerja ini menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi antara DPD RI dan Kemenkraf dalam menyusun kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif di daerah, khususnya di wilayah dengan potensi besar seperti Maluku.
Anna Latuconsina berharap pertemuan ini dapat diikuti dengan tindak lanjut konkret. “Kami menunggu komitmen nyata dari Kemenkraf untuk membantu mengatasi kendala yang dihadapi pelaku ekonomi kreatif di Maluku, terutama dalam hal akses pasar dan dukungan pembiayaan,” tandasnya. (*)
