
JAKARTA,- Sidang Paripurna Ke-13 Masa Sidang IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Kamis (22/5/2025), menetapkan sejumlah keputusan strategis, mencakup pengawasan pelaksanaan undang-undang, penyampaian pandangan dan pendapat, serta sejumlah rekomendasi penting lainnya.
Salah satu sorotan utama dalam sidang yang berlangsung di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan itu adalah, apresiasi terhadap Komite III DPD RI atas keberhasilannya memulangkan dua Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural asal Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat yang sempat terlantar di shelter Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Istanbul, Turki.
Anggota Komite III DPD RI yang juga Senator Maluku, Anna Latuconsina, mengatakan, temuan adanya dua pekerja migran yang terlantar di luar negeri semestinya ditanggapi secara serius, karena menjadi kewajiban fundamental negara untuk memberikan perlindungan hukum dan memastikan hak hidup bagi seluruh warga negaranya dimanapun berada, sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Temuan dua PMI yang terlantar di Turki menunjukkan masih adanya celah dalam sistem penempatan dan pengawasan pekerja migran Indonesia,” tegas Anna Latuconsina.
Menurut Anna, temuan Komite III DPD RI yang akhirnya berhasil memulangkan dua pekerja migran itu kembali ke tanah air, sebelumnya karena mereka berdua di negara orang menghadapi kesulitan yang serius, termasuk tidak memiliki biaya untuk pulang ke tanah air.
Anna menekankan pentingnya penegakan regulasi, penegakan hukum, serta sinergi antarlembaga guna memastikan perlindungan menyeluruh bagi PMI yang berada di luar negeri.
Ditegaskannya, perlindungan terhadap PMI tidak hanya merupakan kewajiban negara, tetapi juga merupakan bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Dikatakannya, Komite III DPD RI menemukan, masih banyak PMI unprosedural atau ilegal yang bekerja di luar negeri. Pihaknya lantas merekomendasikan, agar kementerian dan lembaga terkait perlu mempermudah syarat jalur prosedural sesuai Rekomendasi Montreal dan Sistem IRIS (International Recruitment Integrity Sistem) serta wajib membuat hotline pelaporan resmi untuk wadah PMI yang terintegrasi antar kementerian dan lembaga.
Temuan lainnya, lanjut Anna, pihaknya menemukan kurang optimalnya Atase Ketenagakerjaan Indonesia di negara-negara penerima PMI. Selain itu, jaminan sosial bagi pekerja migran juga sulit diklaim di negara penempatan PMI.
“Dari temuan ini, Komite III telah merekomendasikan ke pemerintah untuk memperkuat tugas dan wewenang Atase Ketenagakerjaan, serta menambah Atase Ketenagakerjaan di negara-negara yang memiliki banyak PMI melalui aturan turunan dari UU P2MI (Perlindungan Pekerja Migran Indonesia), termasuk merekomendasi ke pemerintah untuk segera menyusun Permen P2MI yang mengatur tentang jaminan sosial para PMI di luar negeri,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Anna, Komite III dalam Sidang Paripurna Ke-13 Masa Sidang IV, juga meminta pengesahan hasil pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI, khususnya dalam peningkatan penempatan sektor formal dan pencegahan pengiriman pekerja migran secara ilegal. (*)
